Latest Post

Kurikulum 2013 relevan diterapkan di Indonesia untuk 20 tahun ke depan

TEMPO.CO , Jakarta:Wakil menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim menjamin Kurikulum 2013 relevan diterapkan di Indonesia untuk 20 tahun ke depan. Ia mengatakan dalam penyusunannya, kurikulum ini sudah dipersiapkan untuk menghadapi arus globalisasi. Ia mengatakan, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu menitik beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat. “Kurang bermuatan karakter,” kata Musliar di kantornya, Rabu, 29 Mei 2013.

Ia menjelaskan, dalam penyusunannya, kurikulum ini melibatkan banyak pihak. Yaitu ahli dari berbagai perguruan tinggi dan banyak guru. “Kami pilih orang-orang terbaik, dari mana saja,” kata Musliar.

Musliar kemudian menjelaskan, pembuatan buku dan pelatihan guru yang dilakukan langsung oleh Kemendikbud juga akan menjamin kualitas dari kurikulum ini. Ia menjelaskan, penyusunan buku dan pelatihan melibatkan guru, dosen dan narasumber terbaik. “Guru dan dosennya yang pernah ikut pelatihan dari AUSAID dan USAID,” kata dia.

Pelatihan guru ini, kata dia, akan dilakukan untuk mengubah cara berfikir guru dalam menyampaikan materi ke siswa. “Selain itu juga akan ada materi motivasi untuk guru melibatkan Rhenald kasali,” kata dia menjelaskan. Dalam anggaran pelaksanaan kurikulum, pelatihan guru menelan biaya hingga Rp 521 miliar.

Kemendikbud akan menerapkan Kurikulum 2013 ini pada tahun ajaran baru 15 Juli 2013 mendatang. Tidak seluruh sekolah di Indonesia dijadikan sasaran implementasi. Hanya 6.325 sekolah yang akan menerapkan kurikulum ini tahun ajaran baru mendatang. Namun Kemendikbud menolak menyebut ini uji coba. Musliar menyebutnya sebagai penerapan bertahap.

sumber : tempo.co

Alasan Penghapusan TIK di Kurikulum 2013

Focus Group Discussion (FGD) Indopos –JPNN.com dan Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa mengupas seputar Guru, antara Perjuangan dan Revolusi Teknologi Informasi. Diskusi ini mengupas berbagai persoalan pendidikan, terutama kesiapan para guru dalam menghadapi revolusi teknologi informasi.
Dari diskusi ini, terungkap sejumlah persoalan serius yang mengemuka. Tidak hanya mempertanyakan profesionalisme guru, tetapi juga Uji Kompetensi Guru (UKG) online, yang servernya ngadat hingga tidak adanya listrik sampai pada pertanyaan menghilangnya mata pelajaran TIK di Kurikulum 2013. Berikut laporan yang akan ditulis bersambung mulai hari ini.

Mula-mula diskusi berlangsung adem ayem. Apalagi, pembawaan pemateri pertama Moch Abduh Zen  tampak kalem dan datar-datar saja. Kepala Litbang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ini didaulat tampil sebagai pemateri pembuka oleh Retno Listyarti, Sekjen Serikat Guru Indonesia (FSGI). Sebelumnya, moderator diskusi Ariyanto yang juga Redpel Indopos memberikan kesempatan pertama kepada Retno.

Entah karena apa, Retno justru melempar kesempatan pertamanya kepada Abduh. Aksi Retno disambut senyum oleh Abduh, kemudian disambut tawa peserta diskusi. Maklum, kedua tokoh guru ini berasal dari dua wadah guru yang berbeda yang dikenal selalu bersaing. Abduh dari PGRI dan Retno sekjen FSGI.

’’Mungkin karena saya dianggap senior, jadi saya yang harus duluan,’’ kata Abduh membuka pembicaraan. FGD yang kali ini mengupas seputar profesionalisme guru di era digital ini juga menampilkan pembicara lain, seperti Praktisi Pendidikan Itje Khodijah, Asep Sapa’at dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa, Obert Hoseanto dari Microsoft dan Agus Rachman, Kasubid Pusat Pengembangan Profesi Pendidik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Juga ada Praktisi Standardisasi Nosa Kurniawan.

Abduh Zen mengakui, kemajuan teknologi informasi telah mengubah sikap dan cara berpikir anak didik. Karena, saat ini siapa pun termasuk anak-anak sudah terbuka akses informasi maupun komunikasi yang nyaris tanpa batas. ’’Karena itu, sebaiknya anak-anak itu harus dibekali keterampilan mendasar, keterampilan berpikir maupun keterampilan berkomunikasi dalam menghadapi kemajuan teknologi,’’ kata Abduh.

Anak-anak, kata Abduh, sebaiknya sudah ditanamkan keterampilan kognitif (cognitive skills) yakni keterampilan berpikir ala pakar. Mereka memiliki kemampuan bukan saja merekam data atau fakta di sekelilingnya, tapi  juga bagaimana mengelola data itu, kemudian dipergunakan untuk memecahkan masalah yang belum ada formulanya.

Selanjutnya, interpersonal skills, yakni anak harus punya kemampuan komunikasi yang baik agar bisa meyakinkan orang terhadap apa yang dia sampaikan. Ketiga adalah kemampuan internal personal, kemampuan  dalam berkomuikasi dengan dirinya sendiri. ”Jadi anak perlu dibekali ketahanan mental, sehingga bisa mengelola gejala psikologis yang timbul dalam dirinya.”

Tentu saja, lanjut Abduh, untuk pembekalan ketiga hal mendasar itu, mau tidak mau akan melibatkan bagaimana gurunya mengajar. Ia lantas menyebut dalam UU Sisdiknas, bahwa dalam UU itu guru ditempatkan sebagai fasilitator. Artinya, guru harus mampu menciptakan suasana proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan dirinya. Ini pembelajaran active learning. Tetapi, praktiknya memang belum sepenuhnya dilakukan.

’’Inilah yang menurut saya harus menjadi fokus perhatian profesionalisme guru bagi pemerintah. Tapi sampai hari ini proyek-proyek profesionalisme guru baru sibuk menguji kompetisi awal, kompetensi akhir, memetakan, tapi sampai kapan akan terimplementasi dalam dunia pendidikan saya belum tahu,’’ ujarnya.


Lain lagi penampilan Sekjen FSGI Retno Listyarti. Seperti biasa Retno selalu tampil semangat dan energik. Ini sangat kontras dengan penampilan pemateri pertama Abduh Zen yang datar-datar saja. Secara lantang, Retno menyebut pemaksaan gagasan yang mengacu pada teknologi justru menjadi akar banyak masalah di dunia pendidikan Indonesia.

Menurut dia, anak-anak harus dididik sesuai era zamannya. Namun sayangnya pemerintah belum mampu melakukannya. ’’Seharusnya, para penentu kebijakan pendidikan itu mampu merumuskan kecakapan apa yang dibutuhkan di masa mendatang,  agar setelah itu para siswa bisa dibekali,’’ kata Retno.

Retno sependapat dengan Abduh, bahwa diera digital ini siswa memiliki cara belajar yang berbeda dengan gurunya. ’’Karena sebagian besar guru yang saat ini mengajar, mereka lahir di saat dunia pendidikan masih bergelut dengan peralatan analog. Tetapi, sekarang mereka harus mengajar anak didik yang lahir dengan pertumbuhan era digital yang begitu pesat,” papar Retno.

Ia menilai para pembuat kebijakan politik tidak pernah seiring dengan kebijakan pendidikan. Saat ini, seharusnya pemerintah menyiapkan infrastruktur teknologi sebagai penunjang pendidikan di era digital. ‘’Terutama dalam ketersediaan listrik. Karena ternyata di Jawa saja, masih ada daerah yang sampai sekarang belum terjamah listrik.”

Sementara, dalam beberapa kebijakan pendidikan pemerintah selalu mengacu kepada teknologi. Namun, di lain pihak masih banyak infrastruktur penunjang teknologi seperti listrik, yang belum ada.  Dia mencontohkan wilayah di Pandeglang, Banten. Salah satu pelosok, yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari Jakarta.

Namun, di sana masih ada sejumlah sekolah yang belum teraliri Listrik. ’’Kalau di Pandeglang saja belum ada listrik, lalu bagaimana yang di Wai kanan Lampung? Ini sangat ironis, karena pemerintah sekarang menuntut guru harus berhadapan dengan teknologi, tetapi fasilitas masih banyak yang belum memadai,’’ ujarnya.

Retno kemudian mengkritisi kebijakan Uji Kompetensi Guru (UKG) Online. ’’Kalau listrik saja masih byar pet, atau bahkan belum ada, bagaimana para gurunya bisa ikut UKG Online,’’ ujar Retno. ’’Kebijakannya sudah online, tetapi kebijakan pendidikan belum berorientasi online. Ini kan ironis.’’

Berawal dari situ, Retno lantas menyebut sejumlah kebijakan pendidikan yang diterapkan pemerintah sudah usang. Tak ayal juga kurikulum 2013 yang terbaru, dan mulai akan diterapkan pada tahun ajaran 2013/14 mendatang. “Menurut saya, kurikulum 2013 itu sudah basi. Karena di kurikulum itu justru menghapus mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),” ujarnya.

Menurut Retno, penghapusan mata pelajaran TIK sungguh sangat bertentangan dengan tuntutan zaman. ’’Ini kebijakan aneh. Di saat para guru dihadapkan dengan revolusi teknologi informasi, justru pelajaran itu dihapus.’’

Persoalan penghapusan mata pelajaran TIK tidak berhenti di sini saja. Tetapi, nasib para guru TIK juga dipertanyakan Retno. Karena, tidak sedikit guru-guru TIK terutama di kota-kota besar banyak yang sudah kompeten di bidang ini. ’’Terus mau dikemanakan guru-guru TIK ini?”

Karena tidak ada kejelasan, lanjut Retno, dengan penghapusan mata pelajaran TIK  ini, para guru-guru TIK harus mengajar yang bukan pada bidangnya. ’’Tetap, apa ya mungkin, seorang guru TIK harus mengajar olah raga, hanya karena mata pelajarannya dihapus. Dan kalau pun ini bisa terjadi, bisa dibayangkan bagaimana kualitas guru itu. Dan ini bisa terjadi, karena tidak ada pilihan. Karena pilihannya antara menganggur, atau berpaling dipaksa mengajar mata pelajaran lain. (fat/jpnn)
sumber : jpnn.com
 
Support : Creating Website | Web Template
Copyright © 2011. KURIKULUM 2013 - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger