Latest Post

KURIKULUM 2013 : 80 Persen SD Percontohan di Solo Sudah Terapkan Kurikulum Baru

Solopos.com, SOLO – Implementasi Kurikulum 2013 sudah dilaksanakan 80% pada 12 SD percontohan di Kota Solo. Hal itu berdasarkan evaluasi penerapan Kurikulum 2013 oleh pengawas sekolah pada 2-7 September lalu.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com di Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Solo, Jumat (13/9/2013), evaluasi dilaksanakan selama enam hari pada 12 SD percontohan di Kota Solo.
Tim evaluasi terdiri dari pengawas sekolah dari UPTD Disdikpora Kecamatan yang disilang pada setiap kecamatan. Monitoring tersebut meliputi lima poin utama yakni implementasi Kurikulum 2013, supervisi standarisasi penilaian hasil belajar bagi satuan pendidikan dan bagi siswa, pelaksanaan pembelajaran Kurikulum 2013, observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Kasi Kurikulum Dikdas SD Disdikpora Solo, Tatik Sudiarti, mengatakan dari hasil monitoring tersebut, diketahui masih adanya kesulitan dari pihak guru kelas dalam melakukan penilaian kepada siswa. Pasalnya, saat penerapan Kurikulum KTSP, penilaian secara kuantitatif sementara Kurikulum 2013 penilaian secara kualitatif per individu. Menurutnya, aspek penilaian tergolong hal baru bagi guru sehingga guru harus menyesuaikan.

“Guru masih perlu memperdalam proses penilaian hasil belajar siswa, karena rata-rata masih kesulitan dalam melakukan penilaian,” terang Tatik kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat.

Meski demikian, lanjutnya, secara keseluruhan hasil monitoring tersebut cukup bagus yakni 80% Kurikulum 2013 telah diimplementasikan. Menurutnya, dari lima poin di atas rata-rata telah dipenuhi oleh setiap sekolah percontohan. Terlebih dalam observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran terlihat para siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran.
“Pada dasarnya proses pembelajaran hampir sama. Bahkan siswa bisa merespon materi pengait dari guru untuk menyampaikan materi secara keseluruhan,” paparnya.

Lebih lanjut, Tatik mengatakan pihaknya akan mengadakan sharing dengan guru pada 12 sekolah percontohan untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi dalam menerapkan Kurikulum 2013.

Monitoring 12 SD Percontohan Kurikulum 2013 tersebut meliputi SDN Tempel, SDN Bayan, SDN Bulukantil, SD Islam Al Abidin, SD Warga, SDN Begalon II, SD Muhammadiyah Program Khusus (PK), SDN Kleco I, SDN Kanisius Keprabon I, SD Muhammadiyah 24, SD Al Irsyad dan SDN Kratonan III.

sumber : solopos.com

Kurikulum 2013 : Buku Kurikulum 2013 Bermasalah

JAKARTA – Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti membeberkan berbagai permasalahan dalam buku Kurikulum 2013 yang dibagikan pemerintah di sekolah yang menjalankan kurikulum tersebut.
Ditegaskannya, dari hasil diskusi terbatas praktisi, guru dan pengamat pendidikan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang berlangsung tertutup kemarin, ada beberapa yang jadi sorotan, salah satunya terjadi salah kaprah pemaknaan seni budaya oleh penyusun buku kurikulum 2013.

“Kemudian ternyata bukan hanya buku Seni dan Budaya kelas VII (SMP saja yang bermasalah, buku bahasa Indonesia kelas VII (SMP) juga sama, yaitu memuat cerpen ‘Gerhana’ karya Muhamad Ali yang tak cocok dijadikan bahan ajar siswa SMP,” kata Retno kepada JPNN, Jumat (6/9) pagi.

Terkait buku seni budaya yang dikupas oleh Dekan Fakultas Ilmu Bahasa UI, Prof. Bambang di hadapan Wantimpres bidang pendidikan dan kebudayaan, Meutia Hatta. Ditegaskan Retno, Prof Bambang menyatakan terjadi penyempitan makna budaya di buku pelajaran Bahasa Indonesia
Bahkan isi buku tersebut lebih tepat sebagai buku pelajaran kesenian. Karena makna budaya lebih direduksi pada kesenian. Padahal budaya menyangkut aspek yang sangat luas, tidak hanya budaya materiak, atau kesenian tapu juga mencakup nilai-nilai (values).

“Jadi penyusun buku hanya memaknai budayaa sebagai seni dan tari-tarianan, budaya sebatas pengetahuan bukan perilaku. Jadi sangat bahaya jika kemudian kebudayaan hanya diartikan sebagai kesenian, atau penekanannya pada kesenian,” ujar Retno.

Nah, terkait cerpen Gerhana dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas VII SMP, menurut Retno sangat tidak cocok digunakan sebagai bahan ajar kelas VII bahkan juga kelas XII (SMA) karena berisi kata cacian dan makiana. Bukan cerpennya yang salah tetapi penulis buku yang tidak tepat memilih bahan bacaan.

“Cerpen sebagai bahan bacaan harus dipilih berdasarkan relasi antara cerita dengan pembacanya, faktor usia tentu juga harus menjadi pertimbangan,” ulasnya.

Selain kata kata-kata makian seperti bajingan, bangsat, dan kurang ajar, tetapi masih banyak kata kasar lainnya, seperti “Beberapa buah pepaya yang sudah ranum dilihatnya tertimpa batangnya yang gemuk itu hingga lumat berlepotan serupa tempurung kepala bayi-bayi yang remuk ditimpa penggada raksasa”.

Kemudian “Getahnya yang meleleh menetes-netes, di matanya persis darah segar kental, mengingatkannya pada cerita-cerita penyembelihan yang mengerikan. Serta, “Tengok,” kata Sali, “Tengoklah ini ada bekas bacokan.” Lalu dirabanya bagian itu. “Jadi telah dibacok dengan parang”.

“Kata-kata yang muncul dalam cerpen tersebut tidaklah pantas menjadi bacaan siswa kelas VII, kalau Kemendikbud berkilah bahwa anak-anak juga harus diajarkan karakter buruk sebagai contoh ada dalam kehidupan sehari-hari maka alasan ini sangat tak mendasar,” pungkasnya.

Kurikulum 2013 Dinilai Tidak Sesuai dengan Pendidikan Dasar

PURBALINGGA, suaramerdeka.com - Sejumlah pendidik mengeluhkan kurikulum 2013 yang dianggap tidak sesuai dengan karakter siswa, sehingga siswa kesulitan dalam menyerap materi yang disampaikan. Penerapan kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memberi jawaban terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kurikulum 2006 atau lebih dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Di Purbalingga sendiri dari 466 SD, baru ada tiga SD sebagai sekolah piloting yang menyelenggarakan kurikulum 2013 yakni SDN 1 Bedagas, SDN 1 Cendana dan SDN 1 Kembaran Kulon.

Salah satu guru kelas I SDN Bedagas, Sudjarwi mengaku masih kesulitan beradaptasi dengan hal-hal teknis, khususnya terkait teknis pembelajaran. Menurutnya, karakter anak didik, khususnya di kelas I masih masih terbawa suasanab PAUD. Hal tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri pada guru untuk melaksanakan pembelajaran kurikulum baru.

Dijelaskan Sudjarwi, pada penerapan Kurikulum 2013 siswa diharuskan lebih aktif dan mandiri. penerapan kurikulum 2013 ditekankan pada nilai-nilai yang berbasis tematik. Sehingga materi-materi yang diajarkan disesuaikan dengan tema yang ada. "Mereka kebanyakan masih belum dapat mandiri sepenuhnya, padahal adaptasi siswa dengan hal yang baru membutuhkan waktu," ungkapnya.

Berbeda dengan kurikulum lama yang tidak berbasis tematik, ada materi khusus mengenai baca tulis, sehingga perkembangan anak dalam hal baca tulis dapat terlihat jelas. Saat ini materi itu tidak ada. "Untuk kurikulum 2013 sendiri, materi baca tulis tidak diajarkan secara khusus, karena materi yang diajarkan disesuaikan dengan tema. Namun demikian, tetap ada meteri yang berkaitan dengan dasar-dasar seperti baca tulis," tegasnya.

Disampaikan Sudjarwi, kendala itu kemungkinan sama seperti yang dihadapi oleh para guru di sekolah piloting lainya. "Siswa kelas I masih belum lancar membaca dan solusinya kita juga harus mengajari belajar membaca dan sampai sekarangpun mereka belum dapat membedakan tema dalam setiap pembelajaran," tegasnya.

Sementara itu, guru Kelas IV SDN Cendana, Anjar Sosiadi mengatakan, kendala ada pada implementasi Kurikulum 2013 ketika siswa tidak memiliki sifat kemandirian penuh. Maka mereka akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi. Karena seperti diketahui bahwa dalam penerapan kurikulum baru ini mengharuskan siswa lebih kreatif dan inisiatif. "Guru sebenarnya dalam hal ini seharusnya memiliki kedudukan sebagai pendamping, bukan pengajar," ujarnya.

sumber : www.suaramerdeka.com

Kurikulum 2013 : Jangan Paksa Diri demi Kurikulum 2013

BANDUNG, KOMPAS.com — Sekolah atau daerah tidak boleh memaksakan pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mandiri tahun ini jika justru membebani murid atau orangtua murid, terutama dalam hal pengadaan buku. Sebelum mandiri, guru perlu dilatih dulu. Buku pun sudah harus tersedia gratis.

Hal itu ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh seusai menghadiri grand launching Universitas Telkom, Sabtu (31/8), di Bandung, Jawa Barat. ”Tidak boleh membebani murid. Itu sangat dilarang,” ujarnya.

Sebelum memutuskan melaksanakan Kurikulum 2013 secara mandiri, sekolah yang tak termasuk sasaran pelaksana tahun ini diimbau menyiapkan diri secara matang untuk tahun depan. Jika masih ingin melaksanakan mandiri, Nuh menegaskan ada dua syarat utama: guru harus dilatih dan buku tersedia gratis.

”Kalau dua syarat ini tak dapat dipenuhi, jangan dipaksakan. Saya menyambut baik ada niatan ikut melaksanakan kurikulum. Mau saja lumayan,” katanya.

Sebelumnya, saat rapat kerja Implementasi Kurikulum 2013 di SMAN Husni Thamrin Jakarta, Sabtu pagi, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, DKI Jakarta secara resmi telah membatalkan rencana pelaksanaan Kurikulum 2013 secara mandiri khusus di jenjang SD dan SMP. Untuk SMA, rencana pelaksanaan mandiri tetap berjalan. Kebijakan ini sudah dipublikasikan ke sekolah-sekolah.

Alasan pembatalan, ujar Taufik, semata masalah alokasi anggaran pengadaan buku. Ia khawatir dana bantuan operasional sekolah (BOS) tak mencukupi sehingga dikhawatirkan sekolah memungut biaya dari murid. Dana tak cukup untuk membiayai pelatihan guru dan pengadaan buku. Rencana pengadaan buku secara digital juga tidak efektif karena hanya 50 persen sekolah yang memiliki infrastruktur teknologi informasi yang baik.

”Ini untuk mengantisipasi pungutan yang bisa dilakukan sekolah. Larangan ini tidak berlaku untuk SMA karena BOS untuk SMA lebih besar, Rp 1 juta per tahun,” kata Taufik.

Menurut Nuh, tak masalah jika ada daerah atau sekolah yang kemudian membatalkan kesanggupannya untuk implementasi mandiri. Untuk kasus DKI Jakarta, pemerintah setempat sudah menyatakan tak sanggup karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tak mencukupi jika digunakan untuk pelatihan guru dan pengadaan buku.

”Tidak apa-apa kalau tidak bisa. Yang penting tetap menyiapkan diri untuk penerapan tahun depan, seperti melatih guru. Ini jalan yang dipilih DKI Jakarta. Masih banyak yang bisa jalan mandiri, seperti Kutai, Kalimantan Timur, dan sekolah swasta,” kata Nuh.
Tanggung bersama

Pada tahap pertama tahun ini, pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan bertahap dan terbatas di sekitar 6.400 sekolah. Namun, mulai tahun depan semua sekolah harus menyelenggarakan Kurikulum 2013. Skema pembiayaannya dibahas di DPR.

Ada tiga pilihan skema pembayaran. Pertama, semua biaya didanai Kemdikbud. Kedua, kombinasi anggaran Kemdikbud dengan sebagian dana transfer daerah yang setiap tahun sekitar Rp 10 triliun. Ketiga, memanfaatkan kombinasi pusat, dana alokasi khusus, dan BOS. Atau keempat, memanfaatkan APBD masing-masing daerah.

”Yang jelas, pemerintah pusat tak akan lepas tangan. Pelatihan guru tetap dilakukan pusat. Yang kira-kira bisa dibagi dengan daerah itu bagian pengadaan buku,” kata Nuh. (LUK).

Sumber : www.kompas.com
 
Support : Creating Website | Web Template
Copyright © 2011. KURIKULUM 2013 - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger